Semangat UU otonomi daerah No.32 tahun 2004 merupakan wujud perubahan dari pemerintahan pusat yang sentralisasi menjadi pemerintahan yang bertumpu pada pembangunan didaerah. Perubahan iklim politik ini menjadi tantangan besar bersama yang harus disuksesi, dengan adanya pembangunan yang bersifat kedaerah seharusnya pemerintah daerah menyiapkan SDM yang berkualitas untuk pembangunan daerah masing-masing.
Dalam pembangunan daerah saat ini tidak ada pemerataan yang signifikan antara satu daerah dengan daerah lainnya. Perubahan sistem yang signifikan didalam tubuh pemerintah daerah menjadi bagian yang harus kita kawal selalu, percepatan pertumbuhan ekonomi didaerah menjadi sebuah keinginan dari pemerintah, bagaimana daerah dapat mengelola kekayaannya masing-masing dan memberikan kesejahteraan pada masyarakatnya.
Cukup lama otonomi daerah telah bergulir, dan sudah banyak kemajuan yang telah dicapai oleh setiap daerah. Namun dengan adanya otonomi daerah menimbilkan permasalahan baru, daerah yang pada mulanya ingin memekarkan diri dipicu karena merasa sudah layak untuk memisahkan diri. APBD daerah tersebut sudah cukup untuk menjalankan sebuah pemerintahan baru. Selain hasil kajian layak atau belum layak daerah tersebut mekar, pemekaran lebih dipicu karena ego dan politik. Apabila hal ini yang menjadi landasan pemekaran maka apa yang diharapkan dari sebuah pemekaran daerah tidak akan tercapai, yang terjadi hanya pembagian kue kekuasaan.
Apa bila hal ini yang terjadi, maka apa yang menjadi landasan otonomi daerah tidak akan pernah tercapai. Filosofi dari otonomi daerah adalah memberikan pelayana publik yang berkualitas (efektif dan efesien), memajukan daerah, menciptakan lapangan pekerjaan, dan terciptanya kesejahteraan masyarkat. Melihat perkembangan yang ada saat ini hanya beberapa daerah saja yang bisa membawa angin segar untuk masyarakatnya. Sedangkan masih banyak daerah yang ditopang oleh pusat dalam menjalankan roda pemerintahan, memang betul dalam UU No.32 pada awal pemekaran daerah untuk menjalankan roda pemerintahan yang baru masih ditopang oleh Kabupaten induk, provinsi dan pusat dalam hal perimbangan keuangan daerah.
Saat ini pemerintah pusat harus mensubsidi sebesar Rp.14,272 Triliun, berarti anggaran untuk pendanaan pemekaran daerah dari tahun 2007 sampai dengan 2009 naik dengan tajam hampir sekitar Rp. 6 Triliun (kompas;26 juni 2009). Dengan pendanaan pada tahun 2007 sebesar Rp.8,09 Triliun. Apabila hal ini terus berlangsung pembiayan untuk pemekaran sangatlah besar, sedangkan output dari pemekaran belum terlihat jelas untuk seluruh daerah yang sudah dimekarkan. Contohnya saja pemekaran yang terjadi di Kabupaten Pidie Jaya, untuk infrastrukturnya saja belum ada, masih banyak dinas-dinas yang menggunakan gedung sekolah. Seharusnya pemerintah dalam hal ini Depdagri harus turun langsung untuk melihat perkembangan daerah yang sudah dimekarkan dan daerah yang akan memekarkan diri. Jangan sampai pemekaran tersebut akan membawa beban untuk APBN kita.
selain itu daerah yang belum lama ini mekar dekat dengan jakarta adalah Kota Tangerang Selatan, melihat perkembangaannya saat ini memang belum banyak yang dilakukan oleh PJS Kota Tangerang Selatan, dan masyarakat pun belum bisa menikmati pemekaran tersebut. Apabila pemekaran-pemekaran yang terjadi tidak dikawal oleh Pemerintah pusat dan LSM akan terjadi kemungkinan pemekaran akan membawa kesengsaraan saja bagi masyarakatnya.
Komentar